BAB I
PENDAHULUAN
Interaksi budaya
merupakan suatu fondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang berdasarkan
norma dan nilai sosial budaya yang berlaku dan diterapkan di dalam masyarakat.
Dengan adanya nilai dan norma yang berlaku, interaksi budaya itu sendiri dapat
berlangsung dengan baik jika aturan – aturan dan nilai – nilai yang ada dapat
dilakukan dengan baik. Jika tidak adanya kesadaran atas pribadi masing –
masing,maka proses sosial budaya itu sendiri tidak dapat berjalan sesuai dengan
yang kita harapkan. Di dalam kehidupan sehari – hari tentunya manusia tidak
dapat lepas dari hubungan antara satu dengan yang lainnya,ia akan selalu perlu
untuk mencari individu ataupun kelompok lain untuk dapat berinteraksi ataupun
bertukar pikiran.
Setiap komunitas
memiliki struktur sosial yaitu jalinan hubungan antar individu atau kelompok
sosial dalam masyarakat sesuai status dan peranan yang dimilikinya. Bentuk
struktur sosial tersebut dapat berupa proses konflik dan integrasi dalam
masyarakat. Hidup rukun-tidak rukun menunjukkan adanya interaksi sosial
positif-negatif. Interaksi sosial positif merupakan proses interaksi yang
menuju pada penyatuan. Interaksi tesebut dapat berupa akomodasi, kerja sama dan
akhirnya integrasi. Apabila terjadi pertikaian dan konflik, munculah apa yang
disebut Interaksi sosial negatif(Ismail, 2009), Konflik dan integrasi merupakan
sebuah pasangan yang melekat dalam kehidupan masyarakat (Simmel dalam
Saifuddin, 1986).
BAB II
MASALAH
Di Indonesia
terdapat sejumlah agama dan aliran kepercayaan. Dalam interaksi sosial
kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia dihadapkan dengan
kenyataan beragam perbedaan. Kusmadewi(2010), menyatakan bahwa kemajemukan
masyarakat Indonesia
termasuk faham agama dapat menjadi salah satu pemicu perbedaan /konflik.
Disisi lain perbedaan dapat juga memicu terjadinya persatuan/integrasi. Adanya
berbagai wadah persatuan antar umat beragama menunjukan bukti kompromi, dimana
kesemua agama menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian dan kemanusiaan. Namun
karena terdapat pemahaman agama yang berbeda-beda, konflik antarumat beragama
maupun intern umat beragama selalu dapat muncul.
Sebenarnya pada
agama selain Islam juga terjadi konflik, seperti masalah sekte dan aliran
Kristen. Salah satu faktor terjadinya konflik semacam ini adalah terjadinya
pemahaman yang berbeda dan interpretasi yang beraneka ragam terhadap
sumber-sumber ajaran agama/ teks suci, terutama sumber ajara Islam.
NU dan Muhammadiyah adalah dua
organisasi Islam terbesar di Indonesia
dengan mengantongi jumlah massa
masing-masing puluhan juta. Keduanya mempunyai pengalaman kesejarahan amat
kaya. Dan proses kristalisasi sejarah semakin mengutuhkan NU dan Muhammadiyah
sebagai dua sosok organisasi sosial keagamaan yang disegani. Yang pertama
sering disebut oleh para pengamat sejarah sebagi sebuah organisasi yang
mewakili golongan Muslim tradisional, sedang yang kedua sering dikatakan
sebagai sebuah perkumpulan yang mewakili kelompok Muslim modernis.
Masyarakat Indonesia
adalah masyarakat yang majemuk, baik dalam skop nasional maupun daerah. Dalam
interaksi antar berbagai kelompok masyarakat, kemajemukan bisa melahirkan
kerukunan atau integrasi sebagaimana dia juga bisa melahirkan ketidakrukunan
atau konflik. Sebagai mayoritas penduduk Indonesia, umat Islam memiliki
peranan yang penting bagi proses integrasi bangsa. Sebagai unsur utama
pembentuk konfigurasi umat Islam Indonesia,
Muhammadiyah dan NU tentu memiliki peran yang besar bagi proses integrasi
bangsa Indonesia.
Kenyataannya hubungan Muhammadiyah-NU, sebagaimana hubungan antar kemunitas
yang lain, mengalami dinamika, pasang dan surut. Ruang lingkup penelitian ini
adalah interaksi, yang meliputi integrasi atau konflik sosial antar komunitas
NU dan komunitas Muhammadiyah.
BAB III
PEMBAHASAN
NU dan Muhammadiyah adalah dua organisasi
Islam terbesar di Indonesia
dengan mengantongi jumlah massa
masing-masing puluhan juta. Keduanya mempunyai pengalaman kesejarahan amat
kaya. Dan proses kristalisasi sejarah semakin mengutuhkan NU dan Muhammadiyah
sebagai dua sosok organisasi sosial keagamaan yang disegani. Yang pertama
sering disebut oleh para pengamat sejarah sebagi sebuah organisasi yang
mewakili golongan Muslim tradisional, sedang yang kedua sering dikatakan
sebagai sebuah perkumpulan yang mewakili kelompok Muslim modernis. Kalau NU
lahir pada 31 Januari 1926, maka Muhammadiyah lahir lebih awal empat belas
tahun, yaitu pada 18 Nopember 1912.
Islam di
Indonesia tidak dapat terlepas dari Muhammadiyah dan NU (Nahdlatul Ulama).
Kedua ormas ini turut mewarnai sejarah Indonesia terutama pada masa
pra-kemerdekaan. Sepanjang perjalanan kedua organisasi Islam terbesar ini,
senantiasa diwarnai koorporasi, kompetisi, sekaligus konfrontasi. Kajian
Muhammadiyah dan NU di Indonesia selalu melibatkan harapan dan kekhawatiran
lama yang mencekam, karena wilayah pembahasan ini penuh romantisme masa lalu
yang sarat emosi dan sentimen historis yang amat sensitif. Sekedar contoh,
sering dinyatakan, kelahiran NU tahun 1926 merupakan reaksi defensif atas berbagai
aktivitas kelompok reformis, Muhammadiyah (dan Serekat Islam), meski bukan
satu-satunya alasan(Qodir, 2001).
Pandangan masyarakat pada umumnya terhadap warga Muhammadiyah dan NU di desa
adalah terjadi polarisasi diantara keduanya. Bahkan ada beberapa data yang
menyebutkan konflik diantara keduanya. kita dapat melihat interaksi sosial
NU-Muhammadiyah di beberapa tempat. Salah satu tempat berinteraksi antar warga
kedua ormas ini. telah lama hidup berdampingan antara Muhammadiyah dan NU. Di
lingkungan tempat tinggal, keduanya telah mempunyai perangkat dakwah seperti
tempat ibadah pendidikan dan berbagai usaha warga setempat yang lain.
Beberapa bentuk integrasi yang terjadi antara
warga NU dan Muhammadiyah sebagai berikut:
1. Solat
di majid
Ummat islam yang melakukan solat di masjid ini
bukan hanya warga muhammadiyah, tetapi justru warga NU lebih banyak. Hal ini
karena muhammadiyah termasuk minoritas, sedangkan NU adalah mayoritas.
2. Acara
Mauludan
Mauludan
yang dimaksud disini adalah tradisi membaca kitab yang bercerita seputar
kelahiran nabi deangan cara dinyanyikan dengan gaya jawa pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Tiap
kepala keluarga membuat sepuluh ‘besek makanan’, setelah selesai pembacaan
kitab maulud ‘besek makanan’ tersebut dibagikan kepada seluruh orang yang hadir
dan diprioritaskan kaum lelaki. Pada perayaan ini, warga Muhammadiyah maupun NU
melaksanakan kegiatan bersama-sama. Acara ini menghilangkan sekat antara
golongan masyarakat yang merayakanya.
3. Sripah
kematian
Kematian seseorang akan mengundang empati orang
lain, terutama tetangga dekat dan kerabat. Secara tidak disadari keadaan ini
merupakan ajang interaksi sosial antar warga. Pada saat-saat berkabung seperti
ini orang tidak terlalu memikirkan tentang golongan termasuk Muhammadiyah atau NU.
Kalaupun masih memikirkan golongannya, keadaan berkabung tetap lebih menonjol,
sehingga antara warga Muhammadiyah dan NU nyaris tak terpisahkan.
Adapun bentuk-bentuk konflik yang terjadi penulis
mendapatkan data beberapa kasus sebagai berikut;
a. Konflik
takmir
Perbedaan pendapat dalam
masalah bilangan sholat tarwih menjadikan pergolakan dan perkelahian di areal
masjid. Melihat kondisi ini, para kyai sepuh biasanya memberikan solusi
b. Penentuan Hari Raya
Warga NU dan Muhammadiyah
terjadi perbedaan penentuan Hari Raya Idul Fitri. Perbedaan ini memicu konflik
antar warga, akan tetapi tidak sampai pada adu fisik.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan secara umum antara
ummat Islam warga NU dan Muhammadiyah sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis, pada umumnya
relasi yang terjadi termasuk integrasi sosial Akomodasi. Yaitu pada kegiatan
acara yang bersifat umum seperti perayaan hari raya dan pernikahan.
2. Berdasarkan analisis, antara warga NU dan
Muhammadiyah memang ternyata saling membutuhkan terutama dalam hal social
3. Tidak terjadinya konflik antar kelompok islam
khususnya Muhammadiyah dan NU, itu lebih karena globalisasi.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis
masalah dan kesimpulan bahwa antara warga NU dan Muhammadiyah ternyata saling
membutuhkan, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai masukan dalam melakukan
kegiatan bersama antar warga NU dan Muhammadiyah , sebagai berikut:
1. Memaksimalkan
kerjasama dibidang Ekonomi. Apabila bisnis antara warga NU dan Muhammadiyah
berjalan lancar, maka kemungkinan konflik antara keduanya kecil. Hal ini akan
memperkuat Integrasi.
2. Meningkatkan
faktor-faktor lain selain dibidang Ekonomi, yaitu faktor keta’miran masjid
dengan cara membagi jatah imam rowatib. faktor kekerabatan dengan mempertalikan
warga NU dan Muhammadiyah untuk dinikahkan. Kedua faktor ini sangat signifikan
untuk memperkuat integrasi antara warga NU dan Muhammadiyah.
3. Terus-menerus
melakukan kegiatan bersama di tengah masayarakat dengan menentukan pendekatan yang tepat sesuai dengan
kondisi dan tingkat kecerdasan kelompok sasaran sehingga akan meningkatkan
pemahaman tentang wawasan organisasi dan kehadirannya di tengah-tengah mereka.
DAFTAR PUSTAKA
http://refdak.wordpress.com/2011/06/01/interaksi-sosial-antar-kelompok-islam/
http://muhammadfadol.blogspot.com/2009/05/nu-dan-muhammadiyah.html
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/50463